Tentang Blog Ini

Blog ini dibuat dengan tujuan untuk saling berbagi ilmu pengetahuan. Ikuti saya di Facebook

panelarrow

Bersama Belajar Dalam Maslahat Dunia & Akhirat

Saturday, November 26, 2016

Harun al-Rasyid, Khalifah Terbaik Dinasti Abbasiyah

Salah satu tokoh besar umat ini yang berhasil membuat Romawi menundukkan kepala karena wibawanya adalah al-Khalifah al-Mujahid Harun al-Rasyid rahimahullah. Seorang laki-laki mulia yang dikaburkan sejarahnya dan dibunuh karakternya oleh orang-orang yang membenci Islam dan kaum muslimin. Ia digambarkan sebagai seorang pemabuk yang gila. Laki-laki hidung belang dengan banyak selir. Pemimpin kejam dan zalim. Padahal dia adalah khalifah terbaik di Daulah Abbasiyah. Ia seorang mujahid. Pemimpin yang perhatian terhadap ilmu dan ulama. Dan keutamaan lainnya. Mungkin inilah yang menyebabkan fitnah itu dihembuskan. Ia digambarkan sebagai pemimpin yang tak bertanggung jawab. Di sampingnya hanya ada khamr dan mabuk. Dibuatlah kisah-kisah palsu dan hikayat-hikayat dusta untuk mendukung fitnah itu.

Ibnu Khalkan berkata, “Harun al-Rasyid termasuk khalifah yang paling mulia dan raya yang paling melayani. Ia berhaji, berjihad, berperang, pemberani, dan cerdas.” (Siyar A’lam Nubala, Juz: 7 al-Rasyid).

Nasab dan Kelahirannya

Kun-yahnya adalah Abu Ja’far. Sedangkan nama dan nasabnya adalah Harun bin al-Mahdi Muhammad bin al-Manshur Abu Ja’far Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas al-Qurasyi al-Hasyimi al-Abbasi. Jadi, ia adalah seorang Quraisy satu kabilah dengan Nabi Muhammad ﷺ. Dan keturunan dari paman Nabi, Abbas bin Abdul Muthalib radhiallahu ‘anhu.

Harun al-Rasyid dilahirkan pada tahun 148 H di Kota Ray. Kala itu, ayahnya menjadi pemimpin wilayah Ray dan Khurasan. Ibunya adalah al-Khayziran (Arab: الخيزران), kun-yahnya Ummul Hadi.

Sejak kecil, Harun al-Rasyid telah memiliki sifat istimewa seperti pemberani dan kuat. Sifat ini menjadikannya sangat layak sebagai suksesor ayahnya saat ia berusia 20-an tahun.

Menjabat Khalifah

Harun al-Rasyid menjabat khalifah Daulah Abbasiyah menggantikan ayahnya, al-Mahdi. Pengangkatannya terjadi pada malam sabtu tanggal 16 Rabiul Awal 170 H. Jabatan tertinggi di Daulah Abbasiyah itu ia duduki hingga bulan Jumadil Akhir 194 H.

Saat menjabat khalifah, umurnya baru menginjak 25 tahun. Ia berkun-yah dengan Abu Musa, namun orang-orang mengkun-yahinya dengan Abu Ja’far.

Khalifah Yang Shaleh

Al-Khatib al-Baghdadi menyebutkan dalam Tarikh Baghdad, “Sebagian sahabat Harun bercerita bahwa ia shalat setiap hari sebanyak 100 rakaat. Hal itu ia lakukan dengan istiqomah hingga wafat. Kecuali ada sebab yang menghalanginya. Ia bersedekah dengan mendermakan 1000 dirham setiap hari. Apabila ia menunaikan haji, turut serta bersamanya 100 ahli fikih (ulama) dan anak-anak mereka. Jika ia tidak berhaji, maka ia menghajikan 300 orang dengan bekal baju besi, kiswah, dan yang lainnya.” (Tarikh Baghdad Bab al-Ha-u)

Al-Mas’udi mencatat tahun-tahun dimana Harun al-Rasyid menunaikan ibadah haji. Dari catatannya Harun al-Rasyid berhaji pada tahun 170, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 179, 181, 186, dan 188 H.

Adz-Dzahabi mengatakan dalam Tarikhnya, “Tahun 179, Harun al-Rasyid berumrah di bulan Ramadhan. Ia senantiasa dalam ihramnya hingga musim haji tiba. Ia berjalan dari rumahnya menuju Arafah.” (Siyar A’lam Nubala, Juz: 7 al-Rasyid).

Amalan Harun al-Rasyid ini membantah orang-orang yang tidak berhaji dengan alasan peduli sosial. Kedua ibadah ini bisa dilakukan tanpa mengorbankan salah satunya. Harun al-Rasyid berhaji dan juga memiliki perhatian besar dalam hubungan sosial kemasyarakatan.

Kehidupannya Adalah Teladan

Al-Manshur bin Ammar mengatakan, “Aku tidak melihat orang yang lebih mudah menitikkan air mata saat berdzikir melebihi tiga orang: al-Fudhail bin Iyad, (Harun) al-Rasyid, dan yang lain.” (Mukhtashar Tarikh Dimasyq, Juz: 27, Hal: 19).

Diriwayatkan, suatu hari Ibnu as-Samak menemui al-Rasyid. Saat itu Harun al-Rasyid meminta minum. Diberikanlah untuknya semangkok minuman. Ibnu as-Samak berkata, “Wahai Amirul Mukminin, seandainya Anda terhalangi meminum minuman ini –maksudnya satu mangkuk air ini pun Anda tak punya-, dengan apa Anda akan membelinya?” “Dengan setengah kerajaanku,” jawab al-Rasyid. “Minumlah, semoga Allah memberimu ketenangan,” kata Ibnu as-Samak.

Setelah al-Rasyid selesai meminum air itu, Ibnu as-Samak kembali berkata, “Seandainya air ini dihalangi keluar dari badan Anda, dengan apa Anda akan menebusnya agar ia bisa keluar?” “Dengan seluruh wilayah kerajaanku,” jawab al-Rasyid. Ibnu as-Samak melanjutkan, “Sesungguhnya harga sebuah kerajaan hanya dengan seteguk air dan kencingnya. Sungguh tidak pantas seorang berlomba-lomba memperebutkannya.” Harun al-Rasyid pun menangis tersedu-sedu. (Tarikh al-Khulafa, Juz: 1, Hal: 216).

Ibnul Jauzi mengisahkan, “al-Rasyid berkata kepada Syibyan, ‘Nashiatilah aku’. Syibyan mengatakan, “Bertemanlah dengan orang-orang yang membuatmu takut, tapi dengan itu engkau merasa aman. Hal ini lebih baik bagimu daripada berteman dengan orang yang membuatmu merasa aman, tapi engkau menjadi ketakutan.”

“Jelaskan maksud ucapan itu padaku,” kata al-Rasyid.

“Orang yang mengatakan padamu, ‘Engkau bertanggung jawab terhadap rakyatmu, maka takutlah kepada Allah’. Orang yang demikian lebih baik untukmu. Daripada mereka yang mengatakan, ‘Engkau adalah ahlul bait (keluarga rasul). Dosa-dosamu diampuni. Anda adalah kerabatnya Nabi ﷺ’.” Harun al-Rasyid pun menangis, sampai-sampai orang di sekelilingnya merasa kasihan padanya (Tarikh al-Khulafa, Juz: 1, Hal: 216).

Mencintai Sunnah dan Para Ulama

Al-Rasyid adalah seorang pemimpin yang cinta pada para ulama. Ia mengagungkan dan memuliakan agama. Membenci debat dan banyak bicara. Al-Qadhi al-Fadhil dalam sebagian suratnya mengatakan, “Aku tidak tahu ada seorang Raja yang tidak pernah beristirahat menuntut ilmu, kecuali al-Rasyid. Ia pergi bersama dua orang putranya, al-Amin dan al-Makmun, untuk mendengar al-Muwatha dibacakan oleh Imam Malik rahimahullah.” (Tarikh al-Khulafa, Juz: 1, Hal: 217)

Saat sampai kabar padanya seorang tokoh tabiut tabi’in, Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah, wafat, Harun al-Rasyid duduk bersedih. Dan para tokoh pun berusaha menghiburnya.

Abu Muawiyah adh-Dharir mengatakan, “Tidaklah aku menyebut Nabi ﷺ di hadapan al-Rasyid kecuali ia mengatakan shallallahu ‘ala sayyidi (shalawat Allah atas tuanku). Kemudian kuriwayatkan kepadanya hadits beliau,

وددت أني أقاتل في سبيل الله فأقتل ثم أحيى ثم أقتل

“Andai saja aku berperang di jalan Allah, kemudian terbunuh. Setelah itu aku hidup kembali dan terbunuh kembali.” (HR. al-Bukhari 6799).

Ia menagis hingga terisak-isak.

Dari Khurzadz al-Abid, ia berkata, “Abu Muawiyah menyampaikan sebuah hadits –Nabi ﷺ- kepada al-Rasyid. Yakni hadits tentang kisah Nabi Adam mengalahkan hujjah Nabi Musa. Lalu ada seseorang yang bertanya, “Dimana keduanya bertemu?” al-Rasyid pun marah dan berkata, “Hamparkan kulit dan cabut pedang. Seorang zindiq telah menghina hadits”. Abu Muawiyah pun menenagkan Harun al-Rasyid hingga padam amarahnya. (al-Fawa-id adz-Dzahabiyah min Siyar A’lam Nubala, Juz: 1, Hal: 10)

Hadits tersebut adalah:

عَنْ طَاوُسٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَّ آدَمُ وَمُوسَى فَقَالَ مُوسَى يَا آدَمُ أَنْتَ أَبُونَا خَيَّبْتَنَا وَأَخْرَجْتَنَا مِنْ الْجَنَّةِ فَقَالَ لَهُ آدَمُ أَنْتَ مُوسَى اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِكَلَامِهِ وَخَطَّ لَكَ بِيَدِهِ أَتَلُومُنِي عَلَى أَمْرٍ قَدَّرَهُ اللَّهُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَنِي بِأَرْبَعِينَ سَنَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى

Adam dan Musa ‘alaihimasslam saling berdebat. Musa berkata, “Wahai Adam, engkau adalah bapak kami. Engkau telah mengecewakan kami dan mengeluarkan kami dari surga karena dosamu.”

Adam menjawab, “Wahai Musa, Allah telah memilihmu dengan kalam-Nya dan menulis Taurat untukmu dengan tangan-Nya. Apakah kau mencelaku atas perkara yang telah Allah tentukan terhadapku empat puluh tahun sebelum Dia menciptakanku?”

Nabi ﷺ bersabda, “Argumentasi Adam mengalahkan Musa. Argumentasi Adam mengalahkan Musa.” (HR. Muslim No.4793).

Mendengar hadits ini, spontan salah seorang di majelis Harun al-Rasyid berseloroh, “Dimana keduanya bertemu?” Namun Harun al-Rasyid menangkap ucapan ini sebuah respon untuk membantah. Sehingga ia langsung merespon serius seseorang yang dianggapnya berani mendustakan hadits Nabi ﷺ. An-nuth’u wa as-saif (pedang), kata al-Rasyid. An-nuth’u adalah kulit yang dihamparkan untuk mengeksekusi seseorang agar darahnya tidak membasahi lantai.

Mendustakan hadits bukan perkara kecil di mata Harun al-Rasyid. Ia sampai menyebut orang tersebut dengan zindiq, yakni orang yang mendustakan dan membantah syariat. Sementara kaum muslimin pada hari ini dengan mudah menolak hadits, tanpa merasa bersalah sedikit pun. Mereka mengatakan, “Hadits ini tidak lagi relevan dengan zaman sekarang”, “Hadits ini tafsirannya demikian dan demikian –bermaksud menolak hadits-”, dll.

Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah mengatakan, “Tidak seorang pun meninggal, lebih berat terasa kematiannya dibandingkan Amirul Mukminin Harun. Aku berandai-andai sekiranya Allah menambahkan umurnya dari umurku.” Ia melanjutkan, “Berat terasa bagi kami. Saat Harun wafat, muncullah fitnah. Al-Makmun (putra Harun) menyeru masyarakat meyakini bahwa Alquran itu makhluk.” (at-Tafsir min Sunan Said bin Manshur, Hal: 25)

Harun al-Rasyid dan Kaisar Romawi Nikephoros I

Pada tahun 187 H, Harun al-Rasyid menerima surat dari Kaisar Romawi Nikephoros I. Surat tersebut berisi pembatalan perjanjian damai antara Romawi dan Abbasiyah yang telah disepakati oleh Kiasar Romawi sebelumnya. Isi surat Nikephoros adalah sebagai berikut:

Dari Nikephoros, Kaisar Romawi, kepada Harun, Raja Arab. Amma ba’du..

Sesungguhnya kaisar sebelumku memberimu posisi benteng (dalam permainan catur pen.). Dan dia memposisikan diri sebagai pion. Ia bawakan kepadamu harta-hartanya. Sebenarnya aku bisa memberikan jumlah berkali lipat darinya. Tapi itu karena kelemahannya dan kebodohannya sebagai seorang wanita. Jika engkau membaca suratku ini, kembalikan apa yang telah engkau dapatkan sebelumku! Jika tidak, maka pedang (yang berbicara) antara aku dan dirimu!

Ketika al-Rasyid membaca surat ini, ia pun marah besar. Tidak ada seorang pun yang berani mengarahkan pandangan ke arah wajahnya. Apalagi mengeluarkan sepatah kata padanya. Orang-orang yang duduk bersamanya menyingkir karena takut. Menteri pun membisu. Al-Rasyid menulis surat balasan:

Bismillahirrahmanirrahim.

Dari Harun Amirul Mukminin, kepada Nikephoros anjing Romawi. Aku telah membaca suratmu wahai anak perempuan kafir. Jawabannya adalah sesuatu yang akan engkau lihat sebelum kau dengar.

Hari itu juga Harun al-Rasyid memimpin sendiri pasukannya menuju Romawi. Sampai akhirnya al-Rasyid berhasil menaklukkan Kota Hercules –sebuah kota dekat Konstantinopel-, Nikephoros ketakutan. Ia kembali meminta perjanjian damai dan bersedia membayar upeti (Tarikh ath-Thabari bab Sanah Sab’u wa Tsamanin wa Mi-ah).

Kemakmuran di Era Pemerintahannya

Ada sepenggal kalimat yang diucapkan Harun al-Rasyid menggambarkan betapa luas dan makmur wilayah kekuasaannya. Suatu hari al-Rasyid melihat awan mendung, kemudia ia mengatakan,

أمطري حيث شئت؛ فسيأتيني خراجك

“Hujanlah dimanapun yang kau inginkan. Hasil bumi pun akan datang padaku.” (Mausu’ah Akhlak wa Zuhd wa Raqa-iq Juz 1 Hal: 198).

Hujan tersebut akan bermanfaat bagi kaum muslimin, baik turun di wilayah kekuasaan Islam Dintasti Abbasiyah atau di luar wilayah tersebut. Jika dia turun di wilayah Islam, kaum muslimin akan memanfaatkan airnya untuk minum dan mengairi ladang mereka. Dan jika turun di selain wilayah kaum muslimin, hasil buminya akan datang kepada umat Islam dalam bentuk jizyah.

Inilah gambaran kemuliaan, kemakmuran, dan kekuasaan kaum muslimin di era Harun al-Rasyid rahimahullah.

Wafatnya al-Rasyid

Harun al-Rasyid pernah bermimpi tentang kematiannya. Dalam mimpinya ia melihat dirinya menggenggam tanah berwarna merah. Di tempat itulah ia wafat.

Mimpi itu pun jadi kenyataan. Saat al-Rasyid menempuh perjalanan menuju Khurasan, setibanya di Kota Thous, ia jatuh sakit. Al-Rasyid memerintahkan pembantunya, “Datangkan padaku sewadah tanah dari tempat ini.” Kemudian diberikan padanya tanah merah di gengagamannya. Melihat itu, al-Rasyid mengatakan, “Demi Allah, inilah telapak tangan yang aku lihat. Dan tanah yang ada di genggamannya.”

Ia memerintahkan penggalian makamnya saat ia masih hidup. Kemudian ia minta dibacakan Alquran seutuhnya. Setelah itu, ia minta dibawa ke makamnya. “Menuju tempat inilah perjalanan (hidup ini) wahai anak Adam,” kata al-Rasyid. Ia pun menangis. Tiga hari kemudian, beliau rahimahullah wafat.

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com



Shared from Kisah Muslim for android http://bit.ly/KisahMuslim

Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpageDownload Artikel Versi PDF

Syaikh Syu’aib al-Arnauth, Seorang Peneliti dan Ahli Hadits

Baru-baru ini, dunia Islam berduka, kehilangan salah seorang putra terbaiknya di zaman ini, Syaikh Syu’aib al-Arnauth. Beliau adalah seorang peneliti hadits yang produktif. Setidaknya, ada 240 buku yang sudah ia tahqiq (kaji dan teliti riwayat-riwayatnya). Pada tanggal 26 Muharam 1438 H bertepatan dengan 27 Oktober 2016, ulama ahli hadits ini meninggal. Rahimahullah rahmatan wasi’atan. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّـى إِذَا لَمْ يَبْقَ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang yang berilmu, orang-orang akan menjadikan orang-orang tidak berpengetahuan sebagai pemimpin. Kemudian mereka ditanya, mereka akan memberikan fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat lagi menyesatkan orang lain.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Mengenal Syu’aib al-Arnauth

Namanya adalah Syu’aib bin Muharram al-Arnauth. Al-ArnaSyaikhuth adalah sebutan untuk salah satu kabilah di Albania. Keluarganya hijrah dari Albani menuju Damaskus pada tahun 1926. Sejak saat itu, mereka tinggal di wilayah Syam itu. Mereka memilih tanah Syam, karena ayahnya tahu keutamaan Syam dan penduduknya. Ayah Syaikh Syu’aib adalah seorang yang mencintai ulama. Ia juga senang sekali bersahabat bersama para ahli ilmu.

Syaikh Syu’aib al-Arnauth lahir di Damaskus pada tahun 1928. Ia tumbuh besar di bawah bimbingan sang ayah. Ayahnya mengajarinya pondasi-pondasi keislaman. Dan membimbingnya menghafal sejumlah juz Alquran. Keakrabannya dengan Alquran sedari kecil membuatnya bersemangat memahami makna-makna Alquran secara mendalam. Keingin-tahuannya itu menjadi sebab utama yang memotivasinya untuk belajar bahasa Arab di usia yang masih belia. Ia menyibukkan diri di masjid. Mencari majelis-majelis bahasa Arab dan cabang-cabang keilmuannya. Seperti: Sharf, sastra, Balaghah, dll.

Belajar dari Para Ulama

Syaikh al-Arnauth muda mulai serius menekuni bahasa Arab. Ia datangi para ustadz dan ulama ahli bahasa Arab di Kota Damaskus. Di antaranya: Syaikh Shaleh al-Farfur, Syaikh Arif ad-Duwaiji –yang merupakan murid dari Syaikh Badruddin al-Husna-, dll. Bersama guru-gurunya itu, Syaikh al-Arnauth mempelajari buku-buku rujukan utama ilmu bahasa Arab dan balaghah. Seperti: Syarah Ibnu Aqil, Kifayah karya Ibnu Hajib, al-Mufashshal karya Zamakhsyary, Syudzur adz-Dzahab karya Ibnu Hisyam, Asrar al-Balaghah, dan Dala-il al-I’jaz karya Jurnany.

Guru-gurunya yang lain adalah Syaikh Sulaiman al-Ghawaji al-Albani, seorang ulama yang mensyarah al-‘Awamil karya al-Baruky, al-Izh-har karya al-Athahly, dll.

Setelah membekali diri dengan kemampuan yang mumpuni dalam bahasa Arab, Syu’aib al-Arnauth mulai mempelajari ilmu Fikih, terutama kajian fikih Madzhab Hanafi. Dalam fan ini, ia pun memiliki banyak guru yang mengajarkannya banyak buku. Buku-buku Madzhab Hanafi yang ia kaji adalah Muraqi al-Falah karya asy-Syarnabilaly, al-Ikhtiyar karya al-Maushuly, al-Kitab karya al-Qadury, dan Hasyiyah Ibnu Abidin.

Selama 7 tahun, ia tenggelamkan dirinya dalam kajian-kajian fikih. Kemudian ia mempelajari  Ushul Fiqh, Tafsir Alquran, Musthalah al-Hadits, dan buku-buku akhlak. Saat itu usia beliau sudah lebih dari 30 tahun.

Menjadi Peneliti Hadits (Muhaqqiq)

Saat mempelajari fikih, Syaikh al-Arnauth rahimahullah bersentuhan dengan status sebuah hadits, shahih atau tidak. Hal ini memotivasinya untuk meneliti buku-buku fikih yang muatan materinya adalah hadits. Ia memfokuskan diri pada penelitian tersebut. Sampai akhirnya, ia menjadi spesialis dalam kajian ini. Cabang keilmuan yang baru ia tekuni ini bukanlah permasalahan ringan. Butuh waktu yang luas dan fokus yang luar biasa. Karena itu, sejak tahun 1955, ia meninggalkan pengkajian bahasa Arab. Mulailah ia menghabiskan waktunya untuk meneliti warisan Islam.

Pada tahun 1982, Syaikh al-Arnauth pindah ke Omman. Di tempat baru ini, ia menjalin kerja sama dengan percetakan Muassasah ar-Risalah. Di percetakan ini, keahliannya makin terasah. Ia mengeluarkan usaha terbaik berkhidmat kepada Islam dan kaum muslimin dengan meneliti warisan peradaban Islam.

Rujuk ke Aqidah Salaf

Dalam sebuah rekaman, Syaikh Syu’aib al-Arnauth menceritakan sedikit fase kehidupan ke-agama-annya. Syaikh ditanya, “Wahai Syaikh, -segala puji bagi Allah- Anda berakidah salaf.” “Insya Allah,” jawab Syaikh Syu’aib. Penanya melanjutkan, “Tapi, di tempat kami ada Madrasah Asy’ariyah yang mengatakan Anda adalah seorang Asy‘ari. Dan ahli hadits dari kalangan Asy‘ari. Kami ingin mendengar langsung dari Anda.”

Syaikh Syu’aib menjawab, “Tidak, demi Allah. Pada awal perjalanan hidupku, guru-guruku berakidah Maturidiyah. Namun, saat aku mulai menulis, ku temukan sebuah buku yang berjudul Aqawil ats-Tsiqat fi Itsbati al-Asma wa ash-Shifat karya Mar’i bin Yusuf al-Karmi. Dalam buku tersebut terdapat pembelaan terhadap Madzha as-Salaf, dan inilah yang aku yakini sekarang. Madzhab as-Salaf lebih selamat dan lebih berlandaskan ilmu. Dalam masalah sifat Allah, kita harus menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya. Tanpa tasybih (menyerupakan) dan juga ta’thil (mengingkari). Kita tidak boleh menyamakan Allah (dengan sesuatu) dan mengingkari sifat-Nya. Dan saya meyakini bahwa sifat-sifat Allah itu tidak mampu dijangkau akal. Setiap malam, Allah Rabbul ‘alamin turun ke langit dunia. Ini terdapat dalam hadits riwayat al-Bukhari dalam Shahih-nya. Kita harus beriman Allah turun, tapi kita tidak mengetahui bagaimana tata cara turun-Nya.”

Murid-Muridnya

Syaikh Syu’aib al-Arnauth memiliki murid yang banyak. Di antaranya: Muhammad Na’im al-‘Arqasusi, Ibrahim az-Zaibeq, Adil Mursyid, Umar Hasan al-Qayyam, Abdul Lathif Hirazullah, Ahmad Barhum, Ridwan al-‘Arqasusi, dan Kamil Qurah Bilali.

Syaikh al-Arnauth memiliki perhatian besar terhadap kemampuan ilmiah murid-muridnya. Ia langsung memberikan beban penelitian kepada mereka yang telah ia akui kredibilitasnya. Metode dan gaya tahqiq hadits yang dilakukan oleh murid-murid Syaikh al-Arnauth sangat mirip dengan gurunya. Demikianlah memang, tradisi keilmuan seseorang akan terjaga dengan banyaknya murid. Sebagaimana madzhab yang empat, tetap terjaga hingga kini karena murid-murid empat imam tersebut mencatat, membukukan, dan mendakwahkan metodologi kajian fikih mereka. Sedangkan madzhab-madzhab fikih yang lain hilang, karena tidak ada yang mewariskan.

Syaikh Na’im al-‘Arqasusi berkata dalam pengantar tahqiq kitab Taudhih al-Musytabah karya Ibnu nashiruddin, “Kuucapkan terima kasih yang besar terkhusus kepada dia, yang bukan kalau karena perhatian dan bimbingannya, aku tidak mampu meneliti warisan-warisan Islam. Kepada dia yang pantas mendapatkan pernghormatan. Seorang yang mulia, yang terhormat guruku, Syaikh Syu’aib al-Arnauth hafizhahullah.”

Syaikh Ibrahim az-Zaibeq juga mengucapkan terima kasihnya kepada sang guru yang begitu berpengaruh pada keilmuannya. Ia mengucapkan terima kasihnya di pengantar tahqiq kitab Thabaqat Ulama al-Hadits karya Ibnu Abdul Hadi, “Selanjutnya.. apakah cukup kalimat syukur kupersembahkan kepada guruku syaikh-ku, Syu’aib al-Arnauth? Apakah cukup kalimat pujian dariku yang kutulis untuknya dengan penuh cinta yang tulus? Sungguh jasanya terhadapku lebih luas dari rasa terima kasih dan lebih mulia dari pujian. Sesungguhnya dia membukakan mataku tentang hakikat kehidupan. Aku mengalami perjalananku dengan pikiran yang tertunduk dan hati yang rendah, ia menjadikan hari-hariku menjadi tahun yang penuh arti dan berharga. Kemudian ia menggandeng tanganku memasuki dunia tahqiq… …Untukmu wahai guruku, terima kasih yang lebih luas dari terima kasih itu sendiri, pujian yang lebih agung dari pujian itu sendiri. Dan Allah yang menjadi penolongku membalasmu dengan sebaik-baik balasan.”

Alangkah indahnya penghormatan sang murid kepada gurunya ini.

Syaikh Umar Hasan al-Qayyam mengatakan dalam pengantar tahqiq-nya terhadap Risalah Ibnu Rajab al-Hanbali, “Dia memotivasiku untuk menempuh jalan ini, guruku al-muhaddits al-‘alamah Syu’aib al-Arnauth, salah seorang pakar hadits di masa sekarang ini.”

Hubungan Syaikh Syu’aib al-Arnauth dengan murid-muridnya layaknya hubungan pertemanan. Ia dekat dengan murid-muridnya. Memiliki semangat besar agar murid-muridnya mendapatkan kebaikan. Ia tidak memaksakan pendapatnya kepada murid-muridnya. Ia senang jika murid-muridnya memiliki keilmuan yang mandiri. Tidak jarang ia mengajak murid-muridnya berdiskusi dan bertukar pikiran. Hal inilah yang memiliki pengaruh luar biasa dalam perkembangan keilmiahan murid-muridnya.

Karya-Karya Penelitiannya

Buku-buku yang diteliti oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth tidak kurang dari 240 judul buku. Terdiri dari buku-buku hadits, fikih, tafsir Alquran, tarajim, akidah, mushthalah al-hadits, adab, dll.

Di antara buku yang ia teliti adalah:

Diterbitkan oleh Maktab al-Islami:

Syarhu as-Sunnah karya al-Baghawi berjumlah 16 jilid,Raudhatu ath-Thalibin karya an-Nawawi. Penelitian bekerja sama dengan Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Buku tersebut terdiri dari 12 jilid.Muhadzdzab al-Aghani karya Ibnu Manzhur berjumlah 12 jilid.Al-Mubdi’ fi Syarhi al-Muqni’ karya Ibnu Muflih al-Hanbali berjumlah 10 jilid.Zad al-Masir fi Ilmi at-Tafsir karya Ibnu al-Jauzi. Penelitian ini bekerja sama dengan Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Buku tersebut terdiri dari 6 jilid.Mathalib Ulin Nuha fi Syarhi Ghayatu al-Muntaha karya ar-Ruhaibani. Penelitian ini bekerja sama dengan Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Terdiri dari 6 jilid.Al-Kafi fi Fiqhi al-Imam al-Mubajjal Ahmad bin Hanbal karya Ibnu Qudamah. Penelitian ini bekerja sama dengan Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Terdiri dari 3 jilid.Manaru as-Sabil fi Syarhi ad-Dalil karya Ibnu Dhuyan. Teridir dari 2 jilid.Al-Manazil wa ad-Diyar karya Usamah bin Munqidz. Terdiri dari dua jilid.Musnad Abu Bakar karya al-Marwazi. Terdiri dari dua jilid.Siyar-Alam-an-Nubala, salah satu judul buku yang riwayatnya satu per satu diteliti oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth rahimahullah.

Diterbitkan oleh Muassasah ar-Risalah:

Siyar A’lam an-Nubala karya adz-Dzahabi. Terdiri dari 20 jilid.Al-Ihsan fi Tarqrib Shahih Ibnu Hibban yang disusun oleh al-Amir Alaunddin al-Farisi. Terdiri dari 18 jilid.Sunan an-Nasai al-Kubra. Penelitian ini bekerja sama dengan Hasan Syalbi. Teridir dari 12 jilid.Al-‘Awashim wa al-Qawashim fi adz-Dzabbi ‘an Sunnati Abi al-Qasim karya Ibnu al-Wazir.Sunan at-Turmudzi. Terdiri dari 6 jilid.Sunan ad-Daruquthni. Penelitian ini bekerja sama dengan Hasan Syalbi. Terdiri dari 5 jilid.Zaad al-Ma’ad fi Hadyi Khoiri al-‘Ibad karya Ibnul Qayyim. Penelitian ini bekerja sama dengan Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Terdiri dari 5 jilid.Tarikh al-Islam karya adz-Dzahabi. Penelitian ini bekerja sama dengan Dr. Basyar ‘Iwadh Ma’ruf. Syaikh al-Arnauth meneliti 4 jilid.At-Ta’liq al-Mumajjad Syarh Muwaththa Muhammad karya Abu al-Hasanat al-Lakuni. Terdiri dari 4 jilid.Musnad al-Imam Ahmad terdiri dari 5 jilid.Al-Adab asy-Syar’iyah wa al-Minah al-Mar’iyah karya Ibnu Muflih al-Hanbali. Penelitian ini bekerja sama dengan Umar Hasan al-Qayyam. Terdiri dari 4 jilid.Thabaqat al-Qurra’. Penelitian ini bekerja sama dengan Dr. Basyar Ma’ruf. Terdiri dari 2 jilid.Mawarid azh-Zham-an bi Zawa-id Shahih Ibnu Hibban karya al-Hasyimi. Penelitian ini bekerja sama dengan Ridhwan al-‘Arqasusi. Terdiri dari 2 jilid.Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah karya Ibn Abi al-Iz. Penelitian ini bekerja sama dengan Dr. Abdullah at-Turki. Terdiri dari 2 jilid.Riyadhush Shalihin karya an-Nawawi. Teridir dari 2 jilid.Al-Marasil karya Abu Dawud. Terdiri dari 2 jilid.

Dua Ulama al-Aranauth

Selain Syaikh Syu’aib, ada lagi ulama lain yang berlaqob al-Arnauth, yaitu Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth. Namun keduanya bukanlah saudara kandung. Keduanya memiliki kesamaan dari sisi:

Pertama: memiliki laqob al-Arnauth. Al-Arnauth sendiri laqob yang diberikan kepada orang-orang Balkan yang berasal dari al-Albani. Syaikh Abdul Qadir lahir di wilayah Kosovo, sedangkan Syaikh Su’aib berasal dari Albania.

Kedua: keduanya adalah ulama ahli tahqiq yang bekerja sama dengan al-Maktab al-Islami. Ada buku-buku yang mereka teliti bersama.

Porsi dakwah Syaikh Abdul Qadir al-Arnauth lebih besar pada ceramah dan mengajar. Sedangkan Syaikh Syu’aib al-Arnauth lebih memfokuskan diri dalam meneliti warisan-warisan Islam.

Wafatnya Sang Ahli Tahqiq

Syaikh Syu’aib al-Arnauth wafat pada hari Kamis 26 Muharram 1438 H bertepatan dengan 27 Oktober 2016. Beliau wafat di wilayah Yordania pada usia 90 tahun. Rahimahullah rahmatan wasi’atan.

Rujukan:

Buku al-Muhaddits Syu’aib al-Arnauth, Jawanib min Siratihi wa Juhudihi fi Tahqiq at-Turats oleh Dr. Ibrahim al-Kufihi. Dicetak oleh Dar al-Basyidr, Oman. Cetakan pertama. Tahun 1423 H/2002 M.

Sebagian besar isi tulisan merupakan terjemah dari http://islamstory.com/ar/%D8%B4%D8%B9%D9%8A%D8%A8-%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%B1%D9%86%D8%A4%D9%88%D8%B7

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

Shared from Kisah Muslim for android http://bit.ly/KisahMuslim

Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpageDownload Artikel Versi PDF

Kisah Tsabit Menikah Gara-gara Setengah Apel

Seorang lelaki yang sholeh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah marun itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terlihat, apalagi di hari yang panas dan ditengah kehausan.

Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakanlah buah apel yang lezat itu, akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin pemiliknya.

Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar meminta dihalalkan buah yang telah dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, “Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap anda menghalalkannya”. Orang itu menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan menjaga dan mengurus kebunnya”.

Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah ku makan ini.” Pengurus kebun itu memberitahukan, “Jika engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalan sehari semalam”.

Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, “Tidak apa-apa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku kerana tanpa izin pemiliknya. Bukankah Rasulullah s.a.w. sudah memperingatkan kita melalui sabdanya: “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka”

Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata,” Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah ku makan itu?”
Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, “Tidak, aku tidak boleh menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu kerana takut ia tidak dapat memenuhinya. Maka segera ia bertanya, “Apa syarat itu tuan?” Orang itu menjawab, “Engkau harus mengawini putriku !”

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, “Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu?”

Tetapi pemilik kebun itu tidak memperdulikan pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, “Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!”
Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai isteri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya?

Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, “Selain syarat itu aku tidak boleh menghalalkan apa yang telah kau makan !”
Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, “Aku akan menerima pinangannya dan perkawinannya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala”.

Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan selesai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui isterinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun isterinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam, “Assalamu”alaikum…”

Tak disangka sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi jadi isterinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi isterinya itu menyambut uluran tangannya.
Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. “Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula”, Kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ?

Setelah Tsabit duduk di samping isterinya, dia bertanya, “Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa?” Wanita itu kemudian berkata, “Ayahku benar, kerana aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah”. Tsabit bertanya lagi, “Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli, mengapa?” Wanita itu menjawab, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah mahu mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah.

Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?” Tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan isterinya. Selanjutnya wanita itu berkata, “aku dikatakan bisu kerana dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang akan menimbulkan kegusaran Allah Ta’ala”.

Tsabit amat bahagia mendapatkan isteri yang ternyata amat soleh dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang isterinya, “Ketika kulihat wajahnya… Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap”.

Tsabit dan isterinya yang sholihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikurniakan seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia, Beliau adalah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit.

Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpageDownload Artikel Versi PDF

Download Sirah Nabawiyah - Syaikh Syafiyurrahman al-Mubaraqfurry

Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpageDownload Artikel Versi PDF

Download Hadits Soft Kitab Hadits 10 Imam

HaditsSoft Adalah Aplikasi Hadits Berisi Kitab-Kitab Hadits:

1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Sunan Tirmidzi
4. Sunan Abu Dawud
5. Sunan Nasa'i
6. Sunan Ibnu Majah
7. Sunan Darimi
8. Musnad Ahmad
9. Muwatha' Malik
10. Sunan Daruquthni

Dengan Beberapa Fitur Seperti Informasi Derajat Hadits Oleh Albani, Darussalam (Kitab 4 Sunan - Dalam Proses), Syu'aib Al Arna'uth (Musnad Ahmad - Dalam Proses), Menampilkan Sanad Hadits, Dapat Menampilkan Satu Per Satu Sanadnya Juga Dapat Menampilkan Keseluruhan Sanad Hadits Dalam Bentuk Diagram Pohon, Menampilkan Hadits Serupa Dengan Hadits Yang Sedang Di Baca, Pencarian Rawi, Menampilkan Informasi Perawi Termasuk Komentar Para Ulama Tentang Perawi, Juga Menampilkan Jumlah Hadits Yang Di Riwayatkan Oleh Perawi Sekaligus Bisa Di Tampilkan Hadits-Haditsnya, Menampilkan Kumpulan Hadits Berdasarkan Kedudukannya; Hadits Al Qur'an, Qudsi, Marfu, Mutawatir, Mauquf, Maqthu', Mursal, Munqathi', Muallaq. Juga Menampilkan Kumpulan Hadits Berdasarkan Indeks, Fasilitas Penandaan Hadits Sebagai Hadits Favorite, Pencarian Hadits, Terdapat Fasilitas Blok Text, Fitur Klik Kanan Pada Text Arab/Indonesia Yang Memberikan Menu Pilihan Salin Text Yang Sedang Di Blok Atau Mencari Text Yang Sedang Di Blok Atau Pengaturan Font, Menampilkan Nama Kitab Serta Nama Bab Hadits Yang Sedang Di Baca Juga Dapat Menampilkan Daftar Keseluruhan Kitab Dan Bab Dari Buku Yang Sedang Di Baca, Biografi Ulama Penyusun Hadits, Fasilitas Catatan Untuk Memberi Catatan Pada Hadits Yang Sedang Di Baca, Pengaturan Font, Dapat Menampilkan Text Arab Dalam Format Ber Syakal Atau Tanpa Syakal, Fasilitas Copy Hadits Yang Sedang Di Baca, Kemudian Fasilitas Laporkan Untuk Melaporkan Kepada Developer Mengenai Perbaikan Aplikasi Maupun Isi Database.


Identifier SetupHaditsSoft
Mediatype software
Creator Home Sweet Home
Scanner Internet Archive HTML5 Uploader 1.6.3
Publicdate 2016-06-16 20:07:49
Addeddate 2016-06-16 20:07:49
Publisher Home Sweet Home
Language Arab-Indonesia

Notes

PERSYARATAN PENGGUNAAN HADITSSOFT
====================================

HADITSSOFT HANYA DAPAT BEROPERASI JIKA:

- PADA SYSTEM OPERASI WINDOWS
- TERINSTAL .NET FRAMEWORK 4 FULL PACKAGE ATAU VERSI DI ATASNYA
- SERTA TERINSTAL ACCESS DATABASE ENGINE (https://www.microsoft.com/en-us/download/details.aspx?id=13255)

Download langsung DISINI
Sumber & thanks to https://archive.org/details/SetupHaditsSoft
Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpageDownload Artikel Versi PDF

Saturday, November 19, 2016

Download Hisnul Muslim PDF

Kitab ini adalah kitab yang berisi doa-doa dari Al-Qur'an maupun Hadit's.
Doa merupakan perisai bagi seorang muslim.
Semoga bermanfaat.
Download PDF
Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpageDownload Artikel Versi PDF

Panah-panah Iblis

Ini adalah gambaran ketika iblis mengganggu serta menggoda manusia.
Selamat menyaksikan.
Semoga dapat bermanfaat.
 

sumber : youtube.com

Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpageDownload Artikel Versi PDF

Postingan Populer

Postingan Terbaru

Jumlah Pengunjung

Total Pageviews

All Right Reserved. Powered by Blogger.

Copyright © Kamilin | Powered by Blogger