Tentang Blog Ini

Blog ini dibuat dengan tujuan untuk saling berbagi ilmu pengetahuan. Ikuti saya di Facebook

panelarrow

Bersama Belajar Dalam Maslahat Dunia & Akhirat

Tuesday, December 8, 2015

Kisah dan Nasihat Lukmanul Hakim kepada Anaknya

Kisah dan Nasihat Lukmanul Hakim kepada Anaknya

Siapakah Lukman al-Hakim itu ?


Para ulama salaf (ulama generasi terdahulu) mengalami perbedaan pendapat mengenai asal usul Lukman al-Hakim apakah ia seorang nabi ataukah sebatas seorang hamba Allah yang shalih saja. Terhadap kedua pendapat tersebut kebanyakan para ulama salaf setuju kepada pendapat kedua. (Ibnu Katsir : 1990 : III : 427).

Jamaal ‘Abdul Rahman mengutip pemaparan Imam Jalalain (Musthafa Jalalain dan Jalaluddin as-Suyuti) mengenai Lukman yang diberi gelar al-Hakim sebagai berikut. Lukman al-Hakim adalah seorang lelaki yang dikaruniai hikmah oleh Allah SWT sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Ny, (QS.Luqman [31]:12)

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman….” (Al-Qur’an dan Terjemahnya Depag RI : 2005 : 412).

Hikmah yang Allah SWT berikan kepadanya antara lain berupa ilmu, Agama, benar dalam ucapan, dan kata-kata yang bijaknya cukup banyak lagi telah dima’tsur. Dia memberi fatwa sebelum Nabi Dawud as diutus dan sempat menjumpai masanya, lalu menimba ilmu darinya dan (Lukman) meninggalkan fatwanya. Ketika ditanyakan kepadanya tentang sikapnya itu, dia menjawab : “Tidakkah lebih baik bagiku berhenti memberi fatwa bila telah ada yang menanganinya ?.”

Mujahid mengatakan bahwa Lukman adalah seorang budak hitam dari Habsyah, tebal kedua bibirnya, dan lebar kedua telapak kakinya. Pada suatu hari ketika ia sedang duduk di majelis sedang berceramah kepada orang banyak, datanglah seorang lelaki menemuinnya, lalu bertanya : “Bukankah engkau tadinya seorang penggembala kambing di tempat anu dan anu?”, Lukman menjawab : “Benar!” lelaki itu bertanya : “Lalu apakah yang ku lihat sekarang ini?”, Lukman menjawab : “Benar dalam berbicara dan diam terhadap hal-hal yang bukan urusanku.”

Khalid Ar-Rib’i mengatakan bahwa Lukman adalah seorang budak Habsyi dan tukang kayu. Pada suatu hari tuannya menyuruhnya : “Sembelihkanlah buat kami kambing ini” Lukman pun menyembelihnya dan tuannya berkata : “Keluarkanlah dari dalamnya dua gumpal darah yang terbaik.” Lalu Lukman mengeluarkan lidah dan hati, Lukman tinggal beberapa lama sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah, lalu tuannya berkata lagi : “Keluarkanlah dari dalamnya dua gumpal darah yang paling kotor” maka Lukman mengeluarkan lidah dan hati pula, membuat tuannya bertanya : “Ku perintahkan kamu untuk mengeluarkan dua gumpal darah yang terbaik dari dalamnya, maka kamu mengeluarkan keduanya, dan ku perintahkan pula kamu untuk mengeluarkan dua gumpal darah yang terburuk dari dalamnya ternyata kamu mengeluarkan keduanya pula.” Lukman pun menjawab : “Sesungguhnya tiada suatu bagian pun yang lebih baik daripada keduanya jika keduanya buruk.” (Ibnu Katsir : 1990 : III : 427).

Jamaal ‘Abdul Rahman mengutip pemaparan Al-Qurthubi yang mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, Lukman adalah anak laki-laki saudara perempuan Nabi Ayyub as yang menikah dengan anak laki-laki adik perempuan ibunya.

Pernah ada seorang lelaki yang memandanginya, maka Lukman berkata : “Jika engkau lihat aku mempunyai sepasang bibir yang tebal lagi kasar, maka sesungguhnya di antara keduanya keluar kata-kata yang lembut, dan jika engkau melihat rupaku hitam, maka sesungguhnya kalbuku putih.” (Jamaal ‘Abdul Rahman : 2005 : 338).

Sebuah Kisah Lukmanul Hakim Beserta anaknya yaitu ketika Lukman mengajak anaknya untuk menunggangi seekor keledai mengelilingi suatu kota. Pada suatu hari Lukman bermaksud untuk memberi nasihat kepada anaknya maka ia pun membawa anaknya menuju suatu kota dengan menggiring seekor keledai ikut berjalan bersamanya. Ketika Lukman dan anaknya lewat kepada seorang lelaki, maka ia berkata kepada keduanya : “Aku sungguh heran kepada kalian, mengapa keledai yang kalian bawa tidak kalian tunggangi ?” setelah mendengar perkataan lelaki tersebut Lukman lantas menunggangi keledainya dan anaknya mengikutinya sambil berjalan.

Belum berselang lama, dua perempuan menatap heran kepada Lukman seraya berkata : “Wahai orang tua yang sombong!. Engkau seenaknya menunggangi keledai sementara engkau biarkan anakmu berlari di belakangmu bagai seorang hamba sahaya yang hina!.” Maka Lukman pun membonceng anaknya menunggangi keledai.

Kemudian Lukman beserta anaknya yang ia bonceng melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul di pinggir jalan, ketika mereka melihat Lukman dan anaknya seorang dari mereka berkata : “Lihatlah! Lihatlah! Dua orang yang kuat ini sungguh tega menunggangi seekor keledai yang begitu lemah, seolah keduanya menginginkan keledainya mati dengan perlahan.” Mendengar ucapan itu Lukman pun turun dari keledainya dan membiarkan anaknya tetap di atas keledai.

Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan hingga bertemu dengan seorang lelaki tua. Lelaki tua itu kemudian berkata kepada anaknya Lukman : “Engkau sungguh lancang! Engkau tidak malu menunggangi keledai itu sementara orang tuamu engkau biarkan merangkak di belakangmu seolah ia adalah pelayanmu!.”

Maka ucapan lelaki tua itu begitu membekas pada benak anaknya Lukman, ia pun bertanya pada ayahnya : “Apakah yang seharusnya kita perbuat hingga semua orang dapat ridla dengan apa yang kita lakukan dan kita bisa selamat dari cacian mereka?” Lukman menjawab : “Wahai anakku, sesungguhnya aku mengajakmu melakukan perjalanan ini adalah bermaksud untuk menasihatimu, ketahuilah bahwa kita tidak mungkin menjadikan seluruh manusia ridla kepada perbuatan kita, juga kita tidak akan selamat sepenuhnya dari cacian karena manusia memiliki akal yang berbeda-beda dan sudut pandang yang tidak sama, maka orang yang berakal ia akan berbuat untuk menyempurnakan kewajibannya dengan tanpa menghiraukan perkataan orang lain.” (Lafif min’l-Asatidzah : tt : 135-136).

Demikianlah gambaran singkat tentang kepribadian Lukman yang dengan kebijaksanaan-kebijaksanaannya itu ia diberi gelar al-Hakim. Tidak heran bila kemudian Allah SWT mengangkat derajatnya dengan memasukan namanya pada al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam.

10 Nasihat Lukmanul Hakim kepada Anaknya

Berdasarkan al-Qur’an surat Luqman ayat 13, 16, 17, 18, dan 19 penulis berpandangan bahwa pada ayat-ayat tersebut terdapat sepuluh Nasihat Lukmanul Hakim kepada anaknya. Adapun sepuluh nasihat tersebut adalah sebagai berikut,

1. Nasihat Agar Tidak Musyrik kepada Allah SWT

Disebutkan kisahnya oleh firman Allah SWT, (QS.Luqman : 13)

Artinya : “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

Lukman berpesan kepada anaknya sebagai orang yang paling disayanginya dan paling berhak mendapat pemberian paling utama dari pengetahuannya. Oleh karena itulah, Lukman dalam nasihat pertamanya berpesan agar anaknya menyembah Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan dengan sesuatu pun seraya memperingatkan kepadanya : (QS.Luqman [31]: 13)

Artinya : “…Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar….” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

Yakni syirik adalah dosa yang paling besar. Sehubungan dengan hal ini, Bukhari telah meriwayatkan hadits melalui ‘Abdullah ibn Mas’ud ra,

قال البخاري حدثنا قتيبة، حدثنا جرير، عن الأعمش، عن إبراهيم، عن علقمة ،عن عبد الله، رضي الله عنه، قال: لما نزلت: الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ، شق ذلك على أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، وقالوا: أينا لم يَلْبس إيمانه بظلم؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إنه ليس بذاك، ألا تسمع إلى قول لقمان: يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Artinya : “Al-Bukhari berkata, telah menerangkan kepada kami Qutaibah, (kata Qutaibah) telah menerangkan kepada kami Jarir, dari al-A’masy, dari Ibrahim, dari ’Alqamah, dari ‘Abdullah ibn Mas’ud ra ia berkata, Ketika turun ayat : ‘Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman,’ hal itu sangatlah memberatkan para sahabat, mereka berkata, ‘Siapakah diantara kami yang tidak mencampuradukkan keimanannya dengan kedzaliman?.’ Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya bukanlah demikian (pengertiannya seperti yang kalian katakan), tidakkah kalian pernah mendengar ucapan Lukman: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.‘” (Bukhari jilid II : 1995 : 287).

Syirik di sini diungkapkan dengan perbuatan zalim. Mereka mencampur-adukkan iman mereka dengan kezaliman, yakni dengan kemusyrikan.

Selanjutnya, Lukman mengiringinya dengan pesan lain, yaitu agar anaknya menyembah Allah SWT semata dan berbakti kepada kedua orang tua sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, (QS.al-Isra [17]: 23)

Artinya : “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 284).

Dan memang Allah SWT sering menggandengkan keduanya dalam al-Qur’an. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 428-429).

Penulis tidak memasukkan ayat 14 dan 15 dari Qur’an surat Luqman sebagai wasiat Lukman al-Hakim kepada anaknya karena memperhatikan tekstual ayat tersebut tidak menggambarkan bahwa ayat tersebut adalah ucapan Lukam kepada anaknya, walau demikian tetap kedua ayat tersebut menjadi nasihat bagi anak dari Lukman al-Hakim dan anak dari orang tua muslim lainnya.

Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 14-15)

Artinya : “ Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

2. Nasihat Agar Memegang Teguh Ketauhidan

Disebutkan oleh firman-Nya, (QS.Luqman : 16)

Artinya : “(Luqman berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

 Seandainya amal sekecil dzarrah (biji kecil) itu dibentengi dan ditutupi berada dalam batu besar yang membisu atau hilang dan lenyap di kawasan langit dan bumi, maka sesungguhnya Allah SWT pasti akan membalasnya. Demikianlah karena sesungguhnya Allah pasti akan membalasnya. Demikianlah karena sesungguhnya Allah, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya dan tiada sebutir dzarrah pun, baik yang ada di langit maupun di bumi, terhalang dari penglihatan-Nya. Oleh sebab itulah disebutkan oleh firman-Nya, (QS.Luqman [31]:13)

Artinya : “Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

Lathiifun, Maha Halus pengetahuan-Nya, sehingga segala sesuatu tiada yang tersembunyi betapa pun lembut dan halusnya. Khabiirun, Maha Mengetahui langkah-langkah semut sekecil apa pun yang ada di kegelapan malam yang sangat pekat. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 428-429).

Jamaal ‘Abdul Rahman mengutip pemaparan al-Qurthubi, diceritakan bahwa anak Lukman al-Hakim bertanya kepada ayahnya tentang sebutir biji yang jatuh ke dasar laut, apakah Allah mengetahuinya? Maka Lukman menjawabnya dengan mengulangi jawaban semula yang disebutkan dalam firman-Nya,(QS.Luqman [31]: 16)

 Artinya : “(Luqman berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).(Jamaal ‘Abdul Rahman : 2005 : 341-342).

3. Nasihat Agar Mendirikan Shalat

Lukman al-Hakim terus-menerus memberikan pengarahan kepada anaknya dalam pesan selanjutnya. Kisahnya disebutkan oleh firman-Nya, (QS.31:17)

Artinya : “Hai anakku, Dirikanlah shalat….” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

‘Aqimish-shalaata, dirikanlah shalat, lengkap dengan batasan-batasan, fardhu-fardhu, dan waktu-waktunya. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).

4. Nasihat Agar Memiliki Keberanian Memerintah kepada Kebaikan

Pesan Lukman al-Hakim yang keempat adalah agar anaknya memiliki keberanian untuk memerintah manusia untuk berbuat baik. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)

Artinya : “…dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik….” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

5. Nasihat Agar Memiliki Keberanian Mencegah Kemungkaran

Pesan Lukman al-Hakim yang kelima adalah agar anaknya memiliki keberanian untuk mencegah orang-orang yang berada di sekitarnya berbuat kemungkaran. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)

Artinya :“…dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar….” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

 Terhadap pesan Lukman al-Hakim yang keempat dan kelima kepada anaknya di atas, Ibnu Katsir memberikan keterangan, Wa’mur bi’l-ma’ruufi wanha ‘ani’l-mungkar, perintahkanlah perkara yang baik dan cegahlah perkara yang munkar menurut batas kemampuan dan jerih payahmu. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).

6. Nasihat Agar Bersabar Terhadap Musibah yang Menimpa

Pesan Lukman al-Hakim yang keenam adalah agar anaknya bersabar terhadap musibah yang menimpa. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)

Artinya : “…dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”(Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

 Karena sesungguhnya untuk merealisasikan amar ma’ruf dan nahyi mungkar, pelakunya pasti akan mendapat gangguan dari orang lain. Oleh karena itulah, dalam pesan selanjutnya Lukman memerintahkan kepada anaknya untuk bersabar.

Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)

Artinya : “… Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

 Yakni bersikap sabar dalam memhhadapi gangguan manusia termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah SWT. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).

 Menurut pendapat lain, Lukman memerintahkan kepada anaknya bersabar dalam menghadapi berbagai macam kesulitan hidup di dunia, seperti berbagai macam penyakit dan sebagainya, dan tidak sampai ketidak sabarannya menghadapi hal tersebut akan menjerumuskannya ke dalam perbuatan durhaka terhadap Allah SWT. pendapat ini cukup baik karena pengertiannya bersifat menyeluruh. Demikianlah menurut al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya. Menurut makna lahiriahnya, hanya Allah yang lebih mengetahui, bahwa firman-Nya, (QS.Luqman [31]: 17)

Artinya : “… Sesungguhnya yang demikian itu….” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

Isyarat yang terkandung di dalamnya menuunjukan kepada sikap mengerjakan shalat, menunaikan amaar ma’ruf dan nahyi mungkar, serta bersabar menghadapi ganguan dan musibah, semuanya termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah SWT. (Jamaal ‘Abdul Rahman : 2005 : 342-343).

7. Nasihat Agar Tidak Bersikap Sombong terhadap Orang Lain

Pesan Lukman al-Hakim yang ketujuh adalah agar anaknya jangan memalingkan muka dari manusia karena sombong, merasa diri paling tinggi derajatnya dari orang lain. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 18)

Artinya : “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)….” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

Ash-Sha’r artinya berpaling. Makna asalnya adalah suatu penyakit yang menyerang tengkuk unta atau bagian kepalanya sehingga persendian lehernya terlepas dari kepalanya, kemudian diserupakanlah dengan seorang lelaki yang bersikap sombong. (Sayyid Qutb : 1992 : 2790).

Ibnu Abbas ra menafsirkan firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)….” yakni janganlah engkau bersikap sombong dengan meremehkan hamba-hamba Allah dan memalingkan mukamu dari mereka bila mereka berbicara denganmu. (Ath-Thabari jilid XXI : 1988 : 74).

Makna yang dimaksud ialah hadapkanlah wajahmu ke arah mereka dengan penampilan yang simpatik dan menawan. Apabila orang yang paling muda di antara mereka berbicara denganmu, dengarkanlah ucapannya sampai dia menghentikan penbicaraannya. Demikianlah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. (Jamaal ‘Abdul Rahman : 2005 : 344).

8. Nasihat Agar Tidak Angkuh dalam Menjalani Hidup

Pesan Lukman al-Hakim yang kedelapan adalah agar anaknya tidak angkuh dalam menjalani hidup. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 18)

Artinya : “…dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

Berjalan di muka bumi dengan angkuh, ialah cara berjalan dengan langkah yang angkuh dan sombong dan enggan untuk bercampur gaul dengan orang lain (disebabkan kesombongannya itu). Cara berjalan yang maupun Khalik (Allah SWT) atapun makhluk (manusia) sama-sama tidak menyukainya. Cara berjalan yang sombong adalah indikasi akan lupa dirinya seorang hamba kepada Dzat Allah SWT (yang hanya Dia yang berhak untuk sombong). (Sayyid Qutb : 1992 : 2790).

Manusia menjalani hidup diantaranya dengan berjalan menelusuri relung-relung kehidupan setiap harinya. Lukman al-Hakim mengajarkan kepada anaknya untuk tetap tawadlu’ (rendah hati) dan tidak takabbur (sombong) diantanya dengan menekankan agar dalam cara berjalan tidak berjalan dengan angkuh dan sombong.

9. Nasihat Agar Menyederhanakan Cara Berjalan

Pesan Lukman al-Hakim yang kesembilan adalah agar anaknya menyederhanakan cara berjalan. Nasihat kesembilan ini berserta nasihat ketujuh, kedelapan dan kesepuluh adalah sama-sama menekankan untuk tidak berlaku sombong dan menanamkan sifat tawadlu’ kepada anak.

Setelah Lukman al-Hakim memperingatkan anaknya agar waspada terhadap akhlaq yang tercela dengan nasihat ketujuh dan kedelapannya, dia lalu menggambarkan kepadanya akhlaq mulia yang harus dikenakannya. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 19)

Artinya : “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan….” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

 Waqsid fii masyika, Yakni berjalanlah dengan cara jalan yang pertengahan, tidak dengan langkah yang lambat dan tidak pula dengan langkah yang terlalu cepat, namun dengan langkah yang pertengahan antara lambat dan cepat. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).

Nasihat Lukman al-Hakim yang kesembilan ini adalah sesuai dengan salah satu sifat ‘Ibaadu’r-Rahmaan (hamba-hamba yang baik dari Tuhan yang Maha Penyayang). Firman Allah SWT, (QS.al-Furqan [25]: 63)

Artinya : “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 365).

10. Nasihat Agar Melunakkan Suara

Nasihat Lukman yang terakhir kepada anaknya yang terdapat dalam Qur’an surat Luqman adalah agar anaknya melunakkan suara dalam berbicara dengan orang lain. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 19)

Artinya : “…Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).

 Menurut Ibnu abbas ra, waghdud min shautik, yakni rendahkanlah suarmu dan janganlah bersuara dengan keras (tanpa alasan yang baik). (Al-Fairuzabadi : tt : 345).

Menurut al-Maraghi, waghdud min shautik, yakni kurangilah dari nada suara dan ringkaslah dalam berbicara, dan janganlah meninggikan suaramu ketika tidak ada keperluan apapun untuk meninggikannya, karena hal itu adalah tindakan yang dipaksakan oleh yang berbicara dan dapat mengganggu diri dan pemahaman orang lain. (Al-Maraghi : 1974 : 86).

Di ambil dari karya tulis Hanafi Anshory.
Semoga bermanfaat.

sumber & special thanks to : www.duniaislam.org
Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpageDownload Artikel Versi PDF

0 comments:

Post a Comment

Postingan Populer

Postingan Terbaru

Jumlah Pengunjung

Total Pageviews

All Right Reserved. Powered by Blogger.

Copyright © Kamilin | Powered by Blogger